Berikan Yang Terbaik Dari Yang Kita Punya

“Selanjutnya, berkenaan dengan penerbitan buletin bulanan Qalami (Khazanah Literasi Santri), kami selaku Redaksi memohon kepada antum untuk memberikan kontribusi tulisan, baik berupa catatan, artikel, dan karya ilmiah, Antum bisa eksplorasi sebebas mungkin. Besar harapan kami, tulisan antum bisa kami terima selambat-lambatnya pada tanggal 17 Maret 2018”.
Pada awalnya saya bingung sekali, ketika mendapatkan sebuah surat permohonan tulisan ini, sungguh merupakan sebuah ajakan yang membangunkan saya dari tidur lelap yang panjang. Sungguh sebuah surat permohonan yang dalam satu sisi membuat saya bangga karena mendapat sebuah penghargaan dan kepercayaan yang begitu berharga. Namun, di sisi lain sangat menyeramkan. Sungguh sulit untuk dibayangkan, pribadi yang tidak pandai menulis dan kurang mampu bersastra, sudah lama tidak menulis di sebuah buletin dan majalah ataupun surat kabar, setelah lima tahun silam masih semangat-semangatya menulis sehingga pernah dimuat di surat kabar. Namun, karena saya sudah berjanji untuk membuat catatan dan mengatakan siap, maka mau tidak mau saya harus membuatnya, terlepas apakah catatan saya ini berjalan sesuai koridor pembuatan catatan atau tidak. Namun, yang pasti sebelumnya saya minta maaf kepada para redaktur kalau tulisan saya ini tidak sesuai dengan yang diharapkan. Secara khusus kepada pembaca, saya minta maaf  kalau dalam tulisan ini saya nantinya terkesan sok tahu.
Akan menjadi penulis dadakan, yang tulisannya akan dibaca orang banyak, oh my god…! Apalagi saat dua sniper datang menagih tulisan itu ke saya (Mlm. Sandi dan Mlmh. Rahma), sungguh sangat menyeramkan bukan? Namun sedikit demi sedikit saya coba belajar untuk merangkai kata lagi, saya coba putar lagi masa-masa saya yang sudah terlewat lima tahun silam itu dan alhamdulillah ternyata selesai juga walau sangat jauh dari harapan.
Alhamdulillah, rasa syukurlah yang terlebih dahulu saya ucapkan ketika memulai  catatan sederhana ini, yang akhirnya saya berharap hikmah dan barokah-Nya. Seperti biasa, seperti saya memulai pelajaran di kelas, atau pun memulai pertemuan-pertemuan kecil yang tentunya menoreh ribuan warna pelangi, saya selalu merangkai sholawat dan salam kepadanya, Muhammad SAW. Sang Pencerah segala zaman. Lelaki Penggenggam Hujan, begitu Tasaro GK menamai Sang Pencerahku ini, Muhammad al-Mustafa. Tentunya berbeda dengan Hanung Bramantio, sutradara film Sang Pencerah. KH. Ahmad Dahlan-lah yang Hanung maksud Sang Pencerah di sini.
Beberapa paragraf di atas adalah mula kata catatan pertama saya ini. Maksud saya, catatan pertama saya di rubrik Catatan Guru buletin Qalami ini.  Sebuah perjalanan menuju suatu mahligai kebahagian. Sebuah proses untuk selalu mengisi bekal kehidupan. Sebuah langkah keberanian untuk hijrah dan singgah di sebuah kota besar. Sebuah lingkup kehidupan cermin perjalanan panjang. Sebuah kehidupan yang sangat membutuhkan bekal dan pengorbanan. Sebuah kehidupan yang penuh dengan harapan dan tantangan. Sebuah kehidupan yang membutuhkan kesabaran dan keuletan. Sebuah kehidupan yang penuh dengan macam karakter individu yang mengagumkan. Sebuah pengalaman yang sarat akan pesan moral. Itulah kehidupan diPondok Pesantren Al-Hidayah Al-Mumtazah. Dan Alhamdulillah, hari demi hari rasanya berjalan begitu cepat saya lewati di pondok ini,tentunya dengan perasaan yang berwarna pula. Dan sepertinya, baru kemarin saya datangke pondok ini, kenal dengan Pak. Kiai, Bu Nyai dan seluruh santri/wati sehingga selalu saling bertawashi bil haqqi dan bis shobri, terima kasih saya ucapkan, kalian adalah keluarga baru saya. Semoga tidak hanya menjadi keluarga di dunia saja tetapi di akhirat juga. Amin ya Rabb….
     Memori itu masih lengket di pikiran saya seolah baru kemarin terjadi, namun tanpa terasa, ternyata sudah hampir 3tahun memori itu berlabuh dalam kalbu saya dari tahun 2016 dan kini tahun 2018. Banyak sekali kenangan indah yang mendarah daging dalam ingatan saya dan sangat sulit untuk dilupakan, kadang menyenangkan, ada pula yang menyedihkan. Mulai dari santri yang sangat disiplin dan yang sangat nakal, berbagai macam arahan dan bimbingan sudah saya berikan bahkan hukumanpun sudah menghiasi hari-hari mereka yang tidak berdisiplin. Kalianlah para pejuang, penerus kami kelak, ingin rasanya hati ini menitipkan sikap dan kepribadian yang penuh semangat.
    Suasana kehidupan pada saat itu adalah budaya saling menolong, mengingatkan dan saling memperbaiki baik di kalangan para santri, pengurus dan asatidz. Sehingga benar-benar tercipta suasana kekeluargaan yang sangat harmonis dan damai. Alangkah indahnya jika semua pengurus organtri atau guru-guru bisa menegur dan memperbaiki segala kejanggalan yang terjadi di tengah-tengah santri/watisaat ini. Maka, pendidikan yang ditanamkan di pondok ini insyaallah akan menjadi budaya positif yang membekas di hati para santri. Alaysa kadzalik?     
    Kadang ada perasaan gundah dalam diri saya, seolah ingin sekali lagi memutar kembali waktu dan mengulang zaman itu. Saya menyesal sekali, mengapa dulu saya tidak belajar dengan rajin, tidak memanfaatkan peluang yang terbentang luas di hadapan saya. Tidak memiliki komitmen untuk mencari ilmu dengan sungguh-sungguh. Sehingga, kini saya tidak punya apa-apa yang bisa dibanggakan di masa depan. Maka dari itu, kalian semua santri yang masih suci dari segala noda, masih bersih dari segala lumuran godaan dunia yang memukau. Mulailah untuk memperbaiki diri kalian dari sekarang. Karena ketika sudah seperti saya yang ada hanyalah sebuah penyesalan.
    Jangan pernah minder dengan keadaan ekonomi dan kapasitas keilmuan kalian. Jadikan teman-teman kalian yang lebih kaya, lebih cerdas, lebih sukses sebagai penyemangat kalian. Jangan pernah berpikir bahwa kalian adalah orang yang paling terbelakang, terasingkan karena ekonomi kelurga yang murat-marit. Bukankah seorang yang luar biasa itu muncul dari orang yang biasa. Bahkan, ketika ada seseorang yang berasal dari keluarga yang luar biasa dan dia bisa berprestasi layaknya orang yang luar biasa, itu adalah suatu hal yang biasa. Namun, jikalau ada seorang anak dari golongan keluarga biasa bisa berprestasi layaknya anak dari golongan kelurga yang luar biasa, itu adalah hal yang luar biasa dan sangat menakjubkan.
    Jadi, jangan pernah persoalkan kesulitan ekonomi keluarga kalian. Itu adalah cambukan semangat untuk melangkah lebih jauh dan berprestasi. Sekaligus sebagai kaca perbandingan bagi kalian. Jangan takut untuk memulai suatu kebaikan. Untuk memulai sesuatu tidaklah harus dari sesuatu yang besar, mulailah dari apa yang kau punya. Maka, dia akan menjadi besar sesuai dengan besarnya kemauanmu untuk berhasil.  Jangan pernah kalianberkecil hati, atau merasa tidak memiliki apa pun untuk diberikan kepada orang lain. Tidakkah kalian sadar, bahwa bangunan besar dan megah akan hancur dan ambruk ketika ada satu batu bata yang mengundurkan diri dari pilar penyanggah, atau semen yang enggan untuk bersahabat dengan batu. Apalah jadinya bangunan itu. Atau pada jumlah uang yang kalian miliki, bukankah satu juta tidak akan berjumlah satu juta jika si kecil (seratus rupiah) hilang entah kemana. Maka, jumlahnya pun akan menjadi sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus rupiah, (Rp. 999.900).
Jadi, intinya kita hidup saling melengkapi. Berterima kasihlah pada teman kita yang nakal, karena mereka telah menjadikan kita bijaksana. Berterima kasihlah pada orang miskin, karena dialah kita menjadi seperti orang kaya. Berterima kasihlah pada mereka yang bodoh, karena merekalah kita menjadi pintar. Berterima kasihlah pada pencuri, karena dialah yang mengajarkan kita sikap hati-hati. Jadi, jangan pernah merasa kita adalah orang yang paling merugi karena paling bodoh atau paling miskin, selagi kita masih bisa memberikan manfaat pada orang lain.
Dan pada penghujung catatan ini, sekali lagi saya mohon maaf, ini hanya bentuk kegelisahan saya yang selalu dihantui rasa tidak nyaman dengan problem yang selalu mengintai saya. Dan saya harus menyampaikan niat awal saya menuliskan dua pesan sederhana kepada para santri/wati, saya yakin seyakin-yakinnya bahwa pengurus organtri atau guru-guru benar-benar menyelipkan harapan-harapan besar dalam kalimat-kalimat yang selalu disampaikan. Harapan agar kalian semua tanpa terkecuali bisa menjadi santri yang patuh terhadap disiplin, semangat dalam belajar. Serta harapan agar kalian semua menjadi santri-santri yang memiliki etos kerja yang tinggi.
Terimakasih dan semoga bermanfaat...!
 
 
                                                                           
 
Subscribe Subscribe